Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

TES KOMPETENSI KEBAHASAAN


Tes kompetensi kebahasaan

Tes kompetensi kebahasaan adalah tes yang dimaksudkan untuk menggungkap penggetahuan kebahasaan siswa. Dalam pengajaran bahasa, khususnya bahasa kedua dan asing,   kompetensi kebahasaan perlu diajarkan dan diteskan secara khusus karena kompetensi itu dapat dipandang sebagai prasarat untuk menguasai kompetensi komunikatif, atau tindaknya  berbahasa baik yang bersifat reseptif maupun produktif. Ditinjau  dari segi fungsi komunikatif bahasa, tes kompetensi kebahasaan  tidak secara langsung mengukur keterampilan berbahasa siswa, pengukuran kemampuan terdapat aspek-aspek tertentu, bahasa kurang mencerminkan pemakaian bahasa secara nyata, karena hanya bertujuan mengukur pengetahuan  aspek-aspek kebahasaan,  tes kompetensi kebahasaan cenderung bersifat diskrit,mungkin integrative  tetapi masih bersifat terisolasi dan bersifat artificial.
Kompetensi kebahassaan yang  terpenting yang sangat dibutuhkan dalam tindak bahasa adalah struktur tata bahasa (gramatika structur) dan kosakata  tes terhadap kedua aspek tersebut akan dibicarakan.
A.    Test struktur tata bahasa                                        
           Struktur tata bahasa  sering diucapkan  dengan istilah struktur tata bahasa, struktur gramatikal, atau kaidah bahasa. dalam penulisan ini digunakan istilah struktur atau struktur tata bahasa  dengan menunjuk pengertian yang sama dengan gramatikal, yaitu sebagai  “subsistem dalam organisasi bahasa  dimana satuan –satuan bermakna  bergabung untuk membentuk  satuan-satuan yang lebih besar” (Hari Murti Kridalaksana,1982:51) struktur tata bahasa mencakup  masalah morfologi dan sintaksis, baik secara terpisah maupun bersama-sama. Menyusun tes struktur, seperti halnya menyusun tes-tes yang lain mencakup dua cara pengetesan.
1.Bahan tes struktur
Pemilihan bahan hendaknya bersifat mewakili bahan yang telah diajarkan atau mencerminkan tujuan tes pengetahuan tentang struktur yang dilakukan, pemilihan bahan tes pada hakikatnya  adalah pemilihan sampel, sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili populasi.
Pemilihan bahan struktur  yang akan diujikan  di sekolah hendaklah dilakukan dengan mempertimbangkan  hal sbb:
a.Tngkat dan jenis sekolah
Dengan tingkat sekolah dimaksudkan  apakah siswa yang diuji tingkat SD, SMP, atau SMA, sedang jenis sekolah menunjuk pada sekolah umum atau kejuruan, tingkat –tingkat sekolah tertentu biasanya menandakan  tingkat kemampuan kognitif siswa, semakin tinggi tingkat sekolah menuntut kemampuan kognitif  yang semakin tinggi pula, adanya perbedaan kemampuan kognitif tersebut, sebagai konsekuensinya, menuntut adanya  pembedaan struktur yang diajarkan dan diujikan.
b.Kurikulum dan buku teks
        Struktur yang diujikan haruslah struktur yang diajarkan  sebagai alat tes yang bersangkutan  memenuhi validitas isi, bahan pengajaran biasanya dikembangkan  berdasarkan bahan yang terdapat dalam kurikulum sekolah  dan buku-buku pelajaran yang dipergunakan, pada kurikulum dan buku pelajaran  dimuat dan diuraikan bahan struktur  tata bahasa yang telah disesuaikan  dengan tingkat sekolah. Jadi ,dapat ditemui adanya  bahan pelajaran struktur  untuk tingkat SD, SMP atau SMA, masing –masing lengkap dengan kelas yang telah dimasudkan.
c.Tujuan tes
         jika penyusunan tes dimaksudkan  untuk mengukur belajar siswa  struktur yang mana yang perlu diteskan, hal itu tidaklah sulit  untuk ditentukan. Sebab, guru dapat mendasarkan diri pada kurikulum  dan buku-buku pelajaran yang dipergunakan  pada tigkat sekolah yang bersangkutan . pemilihan bahan untuk  tes ini kiranya dapat dengan mendasarkan diri  pada buku –buku pelajaran yang dipergunakan  di sekolah Harris,1979:25; Amir Halim ,1974:39)
d.status bahasa yang diajarkan
        Status bahasa yang diajarkan juga mempengaruhi pemilihan struktur yang akan diujikan. status bahasa yang dimaksud adalah bahasa ibu, bahasa kedua atau bahasa asing.
tes struktur untuk ketiga status bahasa tersebut tidak sama terutama disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kompetensi kebahasaan yang dimiliki siswa. Status bahasa yang diajarkan ikut menentukan pemilihan bahan  yang akan diteskan, menentukan sulit atau tidaknya butir-butir tes sesuai dengan tingkat sekolah siswa.
        Keempat pertimbangan dalam hal pertimbangan dalam hal pemilihan  bahan tes diatas ,hendaknya jangan dipandang  sebagai sesuatu yang terpisah satu dengan yang lain, melainkan hendaknya sebagai suatu keseluruhan
2. Tingkatan tes struktur
Tingkatan-tingkatan aspek kognitif, seperti dikemukakan  mencakup enam tigkatan : ingatan (C1), pemahanan(C2), penerapan(C3), analisis(C4), sintesis(C5), evaluasi(C6). Untuk  menentukan masing-masing tingkatan  kognitif tersebut, kita harus mempertimbangkan tigkat perkembangan  kognitif siswa,yang tentunya berbeda antara tingkat SD, SMP, SMA dan bahkan untuk tingkatan perguruan tinggi, dengan demikian pembobotan atau penekanan butir-butir tes untuk masing-masing tingkatan  kognitif tersebut tidaklah dilakukan secara apriori,melainkan berdasarkan pertimbangan –pertimbangan tertentu, hal itu sekali lagi menunjukkan betapa perlunya tabel spesifikasi dalam meyusun tes karena itu memuat petunjuk besarnya presentasi untuk masing-masing tigkatan kognitif.
a)      Tes struktur tingkat ingatan
Tes struktur pda tigkat ingatan(C1) hanya menghendaki  siswa untuk menyebutkan ,mengenal,atau mengigat kembali informasi –informasi yang telah dipelajari, yang biasanya berupa fakta atau definisi. Bentuk tesdapat berupa pilihan ganda,benar-salah, isian atau jawaban singkat.
Contoh
sebutkan definisi morfem
sebutkan macam-macam morfem
sebutkan ciri-ciri kata majemuk
contoh bentuk pilihan ganda
unsur bahasa terkecil yang membedakan arti adalah ?
A.    fonem
B.     morfem
C.     semem
D.    garfem
kecenderungan  kita untuk untuk membuat soal yang hanya bersifat ingatan hendaknya dibatasi ,karena menyebabkan antara lain:hanya menggungkapkan  kemampuan kognitif yang sederhana,sesuatu yang hanya diinggat biasanya mudah dilupakan,bersifat dangkal(belum tentu siswa dapat memahaminya)
b)      Tes struktur tigkat pemahaman
Tes struktur pada tigkat pemahaman (C2) menuntut siswa untuk dapat menunjukkan pemahamanya terhadap struktur  tata bahasa yang bersangkutan .siswa dituntut untuk mampu membedakan dan member contoh  terhadap konsep atau struktur tertentu, menjelaskan adanya hubungan sederhana terhadap fakta atau konsep dan sebagainya.
Contoh:
Jelaskan perbedaan  antara morfem bebas dan morfem terikat
contoh Tes bentuk objektif.
Setip orang dituntut untuk…semua perbuatanya
A.    dipertanggungjawabkan
B.     mempertanggungjawabkan
C.     mempertanggungjawab
D.    bertanggung jawab
c)      Tes struktur tigkat aplikasi
Tes struktur pada tingkat aplikasi menuntuk siswa untuk menerapkan  mendemonstrasikan ,mengubah,menemukan atau mempergunkan informasi ,konseep atau aturan tertentu dalam situasi  yang baru. Tes aplikatif  menghendaki siswa untuk mempergunkan  konsep atau aturan tertentu untuk memecahkan  masalah mengenai sesuatu ataupun untuk dapat menjawab pertanyaan secara benar.
Contoh
Buatlah dua buah  gabung bertingkat  dengan klausa anak masing-masing menduduki fungsi objek dan predikat.
Temukan semua kata benda yang merupakan hasil proses nominalisasi  pada wacana singkat dibawah ini.
Pada butir pertama, menghendaki siswa untuk menerapkan  atau mendemonstrasikan pengetahuanya tentang konsep  kalimat gabung bertingkat, untuk mengerjakan butir soal aplikasif siswa harus telah menguasai tingkat kemampuan  dibawahnya yaitu pemahaman dan ingatan

d)     Tes struktur tigkat analisis
Tes struktur pada tingkatan analisis menuntut kemampuan siswa untuk mampu menganalisis ,mengidentifikasi atau mencari  hubungan struktur tertentu dengan mengunakan konsep-konsep dasar  yang tertentu pula. untuk menjawab secara benar soal test struktur yang diberikan , terlebih dahulu siswa harus melakukan kegiatan analisis  yang sudah meruopakan aktifitas  kognitif tingkat tinggi.
Contoh                                                           
Terdakwa yang dituntut untuk memberikan barang bukti itu  tidak memberikan reaksi.
Predikat pada kalimat diatas adalah?
A.    menunjukkan
B.     memberikan*)
C.     dituntut menunjukkan
D.    tidak memberikan
Pada contoh diatas, walaupun mirip dengan tes pada tingkat pemahaman, namun soal tersebut menuntut aktifitas kognitif lebih dari sekedar pemahaman, untuk dapat menentukan predikat  secar benar, siswa harus mampu menganalisis kalimatdengan mempergunakan konsep subjek,predikat secara tepat
e)      Tes struktur tigkat sintesis
tes struktur pada tingkat sintesis menurut siswa, untuk menghubungkan,menyusun kembali komponen-komponen tertentu menjadi struktur baruyang kompleks, menjenerralisasi ,meramalkan, menghasilkan pemikiran asli dan kreatif
Contoh
Pihak pusat bahasa terus menerus berkampanye agar kita mempergunakan  bahasa Indonesia sesui dengan kaidah-kaidah yang benar.Akan tetapi, jika masih banyak tokoh atau pemimpin yang berpengaruh  yang mengunkan bahasa Indonesia  dengan struktur kurang terpelihara, misalnya karena pengaruh struktur bahasa asing yang tidak sesuai, akankah berhasil secara maksimal usaha Pusat Bahasa tersebut?
Generalisasikanlah kesalahan-kesalahan struktur yang terdapat didalam wacana diatas
“kedua-mengharukan-itu-nampak-mahasiswa-telah-berpisah-sangat-yang-pertemuan-lama”
Susunlah kata-kata yang disusun secara acak diatas menjadi tiga buah  kalimat baru yang maknanya berbeda-beda
          Butir tes pertama diatas menghendaki siswa untuk meramalkan suatu keadaan,yaitu pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidahnya,keadaan itu madalah sesuatu yang diharapkan ,sebaliknya secara factual sering terjadi tidak seperti yang diharapkan .permasalahan itu cukup komplek  karena eksistensi bahasa(yang direncanakan) sangat ditentukan oleh keberterimaanya di masyarakat.
          Butir kedua menuntut siswa untuk mengidentuifikasi  dan kemudian menganalisis kesalahan yang ada.berdasarkan data-data utitulah  kemudian baru dapat digeneralisasikan  kesalahan-kesalahan yang ditemui.
            Butir tes ketiga menuntut siswa untuk menyusun kalimat yang gramatikal  berdasarkan  informasi yang disediakan
B.Tes kosa kata
Penguasaan tes kosakata dapat dibedakan kedalam penguasaan yang bersifat reseptif dan produktif,yaitu kemampuan untuk memahami dan mempergunakan kosakata (juga: struktur) terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedang kemampuan mempergunakan kosakata tampak dalam kegiatan menulis dan berbicara. Oleh karena itu,tes kemampuan kosakata biasanya langsung dikaitkan dengan kemampuan reseptif dan produktif  bahasa secara keseluruhan, misalnya tes pemahaman kata-kata sulit dan ungkapan yang terdapat dalam sebuah bacaan dalam rangka tes kemampuan membaca.
Kosakata perbendaharaan kata,atau kata saja ,juga leksikon adalah kekayaaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa, tes kosa kata adalah tes yang dimaksudkan mengukur kompetensi peserta didik terhadap kosa kata dalam bahasa tertentu baik yang bersifat rereseptif atraupun produktif .pembicaraan tentang tes kosakata berikut juga akan berkisar pada masalah (i)pemilihan kosakata  yang akan diteskan ..(ii) pemilihan bentuk dan cara pengetesan khususnya yang menyangkut penyusunan tes sesui denhgan tingkatan –tingkatan aspek kognitif tertentu
1.   Bahan tes kosakata
           Persoalan pertama yang tmbul sewaktu kita bermsksud mengukur penguasaan kosakata peserta didik adalah kosa kata yang akan diteskan. Pemilihan kosa kata yang akan diteskan secara tepat sungguh tidak mudah dilakukan. Ada berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kosa kata yang akan diteskan tersebut. Sayangnya, faktor-faktor tersebut kadang-kadang sulit ditentukan secara pasti, atau belum diditemui adanya kesepakatan diantara para ahli dan peyusun tes, sehingga ahirnya pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subjektif lebih banyak berperan. Faktor –faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosa kata berikut akan dikemukakan:
a. Tingkat dan Jenis Sekolah
Factor pertama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosa kata adalah  subjek  didik yang akan dites, apakah mereka termasuk tingkat sekolah dasar ,menengah pertama atau menengah atas, sekolah menengah umum ataupun kejuruan.perbedaan kosakata yang diteskan pada umumnya didasarkan pada buku pelajaran yang dipergunakan untuk masing-masing tingkat dan kelas yang bersangkutan ,buku poelajaran  memang dapat dijadikan acuan. Akan tetapi, kemungkinan akan terjadi hal-hal sebagai berikut(i) belum tentu semua tingkat dan jenis sekolah telah memiliki buku pelajaran yang secara khusus disusun untuk sekolah yang bersangkutan (ii)pendasaran diri pada buku pelajaran saja berarti membatasi pengetahuan peserta didik pada buku tersebut ,padahal kosakata yang dibutuhkan jauh lebih dari yang terdapat pada buku.(iii)penempatan kosa kata dalam tiap-tiap buku pelajaran apakah benar-benar sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didik.
b.Tingkat Kesulitan Kosakata
Pemilihan kosa kata yang akan diteskan hendaknya juga mempertimbangkan tingkat kesulitanya, tidak terlalu mudah juga tidak terlaku sulit, sesuai dengan tingkat perkembangan tingkat kognitif peserta didik, tentunya tingkat kesulitan kosa kata tidak sama bagi peserta didik untuk tingkat sekolah yang berbeda
c. Kosakata Aktif dan Pasif
Kosakata pasif adalah kosakata untuk penguasaan reseptif kosakata yang hanya untuk dipahami tetapi tidak untuk dipergunakan dipihak lain, kosa kata aktif adalah kosakata untuk penguasaan produktif, kosakata yang dipergunakan untuk menghasilkan bahasa dalam kegiatan komunikasiantara kosa kata aktif dan pasif ada perbedaan yang bersifat kuantitatif karena  ada kata yang hanya dikenal dan dipahami  dan tidak perlu untuk dipergunakan jumlah kosa kata pasif jauh lebih banyak disbanding dengan kosa kata aktif.

d.         Kosakata Umum,Khusus dan Ungkapan
Kosakata umum dimaksudkan kosakata yang ada dalam suatu bahasayang bukan merupakan istilah –istilah teknis atau kosa kata khusus yang  dijumpain dalam berbagai bidang keilmuan
2.   Pembutan tes kosakata
           Jika dikaitkan dengan kegiatan pemakaian bahsa dan atau keterampilan berbahasa ,tes kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan reseptif dan produktif  jika dikaitkan dengan ada tidaknuya keterlibatan aspek-aspek kebahasaan yang lain dan sekaligus dikaitkan dengan fungsi komunikatif  bahasa, tes kosakata dapat dibedakan menjadi tes diskrit ,integrative,pragmatik atau otentik.menginggat bahwa tujuan ahir pembelajaran bahasa tampaknya aharus ditekankan pada fungsi komunikatif bahasa baik yang bersifat reseptif maupun produktif.
a. Tes pemahaman kosakata dalam konteks
         Makna sebuah kata biasanya dapat berubah –ubah tergantung teks dan konteks yang menempatkannya khususnya kata yang peka konteks  jadi, makna sebuah kata secara pasti  lazimya baru dapat dijelaskan setelah berada dalam lingkungan konteknya walau tiap kata itu sendiri juga sudah  membawa makna hal itu juga membawa konsekuensi ketika kita bermaksud menguji kompetensi kosakata  kepada peserta didik .kosakata atau ungkapan yang akan diujikan haruslah berada dalam teks tertentu sehingga ada kepastian pilihan jawaban yang benar .
         Selain itu, dilihat dari sudut pandang kebutuhan peserta ujian pemahaman terhadap sebuah kata atau ungkapan dapat dibantu olehkonteks yang menempatkanya dan itu dalam banyak hal lebih menguntungkan. Namun , yang tidak kalah pentingnya adalah kenyataan bahwa dalam kehidupan  senyatanya jarang orang menayakan maknakata secara lepas dan terisolasi. Pengujian kata yang demikian juga tidak lagi bersifat diskrit dan minimal sudah berkategori integrative. Teks yang dipergunakan dapat hanya berlevel kalimat, tetapi yang lebih baik adalah wacana yang lebih panjang seperfti dalam teks bacaan . itulah sebabnya teks kompetensi kosakata sering berangkat dari wacana  yang juga dipakai untuk tes kompetensi membaca karena dengan cara itu pemahaman peserta uji terhadap wacana yang diujikan lebih menyeluruh.
         Kosakata dari wacana yang diujikan dapat berwujud sebuah kata,istilah,kelompok kata,atau ungkapan. Dibawah  dicontohkan hal-hal yang dimaksud.
·         Anak  muda sering dianggap sebagai kaum yang kehilangan identitas, tidak kenal akar budaya sendiri. Namun, bagi budayawan Slamet Rahardjo, generasi muda yang kehhilangan identitas dan akar budaya tidak dapat disalahkan. Bagaimanapun, orang tua dan lingkungan yang membentuk mereka. Saat ini kehidaupan anak muda sudah jauh dari nilai-nilai budaya bangsa. Namun, keadaan ini adalah akibat atau hasil dari didikan lingkungan.

Kata “identitas”  pada wacana diatas berarti….
A.    ciri khas
B.     Jati diri*)
C.     Ciri penanda
D.    Nilai budaya
Ungkapan” jauh dari nilai-nilai budaya bangsa” dapat diartikan…
A.    Sudah tidak berhubungan dengan nilai-nilai budaya bangsa
B.     Tidak berkaitan lagi dengan nilai-nilai budaya bangsa
C.     Tidak berperilaku sesui dengannilai-nilai budaya bangsa*)
D.    Posisinya tidak berdekatan dengan nilai-nilai budaya bangsa
                                                                                                        
b.Tes penempatan dalam konteks
   Tes penempatan kosa kata dalam teks atau konteks tertentu, walau tidak terlalu tinggi levelnya, dapat dikategorikan sebagai tes produktif, yaitu memergunakan kosa kata dalam atau untuk tujuan komunikasi, dalam tes jenis ini peserta didik dituntut untuk dapat memilih dan menetapkan kata-kata, istilah, atau ungkapan tertentu dalam suatu wacana secara tepat, atau mmemergunakan kata-kata tersebut untuk menghasilkan wacana. Untuk dapat memilih dan memergunakan kata dalam suatu wacana atau untuk menghasilkan wacana secara tepat, peserta didik dituntut untuk  telah memahami makna kata yang bersangkutan.
    Tes kosa kata yang bersifat produktif, baik yang berupa tugas memergunakan kata dalam wacana yang disediakan maupun menghasilkan wacana sendiri, menuntut peserta didik untuk tidak hanya memahami kosa kata yang bersangkutan saja. Peserta didik juga dituntut untuk dapat memahami wacana secara keseluruhan atau mampu menghasilkan wacana yang komunikarif, dan untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang struktur kalimat dan juga wacana secara keseluruhan. Oleh karena itu, tes kosakata yang demikian tidak lagi bersifat diskret dan terisolasi walau masih terasa sebagai tes tradisional. Bentuk tes dapat dibuat secara bervariasi sebagaimana dicontohkan dibawah,
·         Pada era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan global yang semakin intensif dawasa ini … dan kualitas kerja harus ditingkatkan dan diutamakan.
A.    Produk
B.     Produktif
C.     Produksi
D.    Produktivitas*)
·         Masukanlah kata-kata yang disediakan pada bagian B ke dalam wacana yang belum lengkap pada bagian A yang bersesuaian maksudnya.
      Indonesia  dan Singapura akan segera mengadakan studi mengenai  (1)…..pembentukan komite bersama untuk meningkatkan kerjasama ekonomi yang diumumkan dalam suatu (2)….bersama yang disiarkan pada ahir (3)…perdagangan yang dilakukan kedua Negara.

Salah satu (4)…bahwa wartawan bukanlah buruh dalam arti yang sebenarnya ialah bahwa sejak kemerdekaan pers kita terikat oleh suatu (5)…bahwa pers kita adalah pers perjuangan.

B.      A..konperensi                   E.prospek
             B.argumentasi                  F.konsensus
             C.persepsi                         G.verivikasi
             D.komunike
Catatan: pernyataan B yang berupa kata-kata yang harus diisikan biasanya jumlahnya melebihi yang dibutuhkan sehingga terdapat kata yang tidak dipergunkana.

c. Identifikasai dan pembetulan kesalahan kosakata dalam teks
         Tes jenis ini analoginya dengan tes struktur di atas yang juga mengidentifikasi yang kemudian membetulkan kesalahan yang ditemukan dalam sebuah wacana. Untuk itu, peserta didik  diharap mampu menganalisis penggunaan kosa kata yang ada tentang ketepatan  atu ketidaktepatan penggunaaan dalam konteks wacanna yang kemudian menggantinya dengan kata lain yang tepat. Jadi kegiatan ini juga mirip kerja redaktur  suetu penerbitan yang mengoreksi  naskah untuk diterbitkan, dan karenanya tes bentuk ini sudah bernilai otentik
         Untuk dapat mengerjakan tes kosakata bentuk ini, peserta didik dituntuk untuk melakukan analisis wacana tempat kata tersebut digunakan bahan yang diteskan dapat berupa  penggunaan kata secara cermat dalam suatu wacana .kata –kata yang bersinomim misalnya,tidak akan memunyai kesinoniman seratus persen, tetapi ada nuansa perbedaan  yang (mungkin) hanya dapat dikenali setelah dalam kaitanya dengan konteks. Dengan demikian , untuk menentukan ketepatan pengumnaan kata itu diperlukan realisis makna wacana secara keseluruhan .

                         











PENDEKATAN STRUKTURAL DRAMA RT 01 RW 01 KARYA IWAN SIMATUPANG


PENDEKATAN STRUKTURAL DRAMA
RT 01 RW 01 KARYA IWAN SIMATUPANG

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengkajian Drama
Dosen Chafid Ulya, M.Pd.


 














Disusun oleh :

Kurniawan Ni’am Sofi

V B

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Purworejo
Tahun 2012-2013


  1.   DRAMA
RT NOL RW NOL
Karya: Iwan Simatupang
SINOPSIS
Disebuah kota besar hiruk – pikuk kendaraan yang melintas di atas jembatan yang tidak begitu besar, hidup beberapa orang di bawahnya.  Seorang kakek tinggal di bawah kolong jembatan itu dia adalah mantan klasi kapal, ada pula Si pincang dengan kondisi fisiknya yang kurang telah mencari kerja kemana – mana dan tidak pernah mendapatkan hasil yang memuaskan, dengan di temani  Ani dan Ina kakak – beradik yang bekerja sebagai  PSK ( Pekerja Seks Komersial ) mereka meratapi kejamnya kota besar.
Yang kemudian membawa sebuah permasalahan pelik diantara mereka, Pincang telah putus asa dengan kehidupan yang Ia alami, karena tidak pernah satu pun ia berhasil mendapatkan sebuah pekerjaan yang dapat menunjang kebutuhan hidupnya.
Datanglah seorang laki – laki bernama Bopeng, Ia adalah mantan penghuni kolong jembatan tempat tinggal kakek, pincang, Ani dan Ina. Ia telah bekerja di sebuah kapal  sebagai Klasi Kapal, tapi Ia membawa seorang wanita bersamanya yang bernama Ati. Ati adalah sosok wanita yang mencari Suaminya yang entah kemana telah menghilang dan kemudian Ia tersesat dan kehabisan uang untuk pulang ke kampungnya.
Karena iri hati Pincang pun selalu memojokkan Bopeng, karena pada awal bertemu dengan Ati, Bopeng berjanji untuk mengantarkannya pulang ke kampung tetapi karena adanya panggilan kerja sebagai klasi kapal Bopeng mengurungkan niat tersebut.
Setelah pertengkaran argumen antara Si Pincang dan Bopeng, akhirnya kakek pun menengahi pertengkaran mereka, selang beberapa waktu Ani dan Ina pun datang setelah bekerja dengan membawa kabar bahwa mereka akan dinikahi oleh Pria yang menjadi langganan mereka. Akhirnya mereka meninggalkan kolong jembatan yang menjadi tempat mereka tinggal. Disusul oleh bopeng dan Si pincang yang akan berjuang mengantarkan Ati kembali ke kampung halamannya dan berjanji mencari pekerjaan kembali dan menikahi Ati. Akhir cerita Tinggal lah Kakek sendiri di bawah jembatan itu yang mereka semua memberi nama tempat tinggal mereka RT NOL RW NOL.
APRESIASI
1.      Tema        : Tema dari naskah drama Rt 0/ Rw 0 ini adalah realita sosial perjuangan hidup. Terlihat dari dialog-dialog yang yang idealis dan lebih menonjolkan sikap pantang menyerah.
2.      Amanat    : Amanat dalam naskah RT NOL RW NOL ini yaitu sebagai manusia harus selalu berusaha dan berjuang dalam menjalani hidup tanpa ada keputusasaan dalam hidup.
3.      Alur          : Adapun alur yang terdapat pada drama RT NOL RW NOL adalah alur maju atau alur lurus. Dimana penulis naskah drama menceritakan dari awal mula adegan sampai pada akhir adegan.
4.      Latar        : Latar yang terdapat pada drama ini terdapat latar tempat dan latar waktu. Latar tempat yang terdapat pada drama ini berlatar dibawah jembatan besar. Penulis naskah ini dengan jelas menuliskan latar yang terdapat dalam drama ini.

5.      Sudut pandang: orang pertama dan orang ketiga.

6.      Suasana    :

-          Tegang
Kutipan: “Kalau maksudmu, bahwa gara-gara ucapanku yang barusan kita terpaksa berkelahi. Ayo berkelahi!”
-          Bahagia
Kutipan: “Aku berharap, suatu hari dapat melihat kau lewat, naik becak suamimu, kau dan anakmu sehat dan montok-montok. Selamat jalan, Nak.”
7.      Tokoh dan Penokohan :
1.      Kakek             :
Bijaksana
Kutipannya : “Jangan bingungkan dirimu lebih lama lagi dalam kerangka-kerangka kata-kata mu yang meawang itu.”
Penyabar
Kutipannya: “kelenggangan disebabkan perpisahan, terkadang lebih parah dari kematian sendiri. Mengapa pula kita, manusia-manusia gelandangan, berbuat seolah tak mengerti itu?”
           2.      Pincang          : Pemarah
Kutipannya: “Apa aku harus menutup mulutku terus? Mengapa setiap ucapanku kau anggap sebagai cari fasal saja?”
3.      Ani                  :
Keras kepala
Kutipannya: “Semuanya itu akan kami nikmati mala mini. Cara apapun akan kami jalani, asal kami dapat menemukannya malam ini. Ya, mala mini juga!”
Pantang menyerah
Kutipannya: “Terus, pantang mundur! Kita bukan dari garam, kan?”
4.      Bopeng           : Rendah Hati
Kutipannya: “Sabar. Rokok sungguhpun ada. Malah sebungkus utuh.”
5.      Ina                  : Penyabar
Kutipannya: “Sudahlah Kak. Hujan atau tak hujan, kita tetap keluar.”
6.      Ati                   : Pemalu
Kutipannya: “Malu Kek. Kami berangkat dari sana dengan pesta dan doa. Segala pakaian dan perhiasan emasku didalamnya, telah dia bawa kabur.”
Hal ini dapat terlihat dari paparan penulis dari naskah tersebut.
….KAKEK
Rupa-rupanya, mau hujan lebat.
PINCANG (Tertawa)
Itu kereta-gandengan lewat, kek!
KAKEK
Apa?
PINCANG
Itu, truk yang pakai gandengan, lewat.
KAKEK (Menggeleng-Gelengkan Kepalanya, Sambil Mengaduk Isi Kaleng Mentega Di Atas Tungku)
Gandengan lagi! Nanti roboh jembatan ini. Bukankah dilarang gandengan lewat di sini.
ANI
Lalu?
KAKEK
Hendaknya, peraturan itu diturutlah. ….

              …. HUJAN TELAH REDA. KEMBALI JELAS DERU-DERU LALU LINTAS DI ATAS JEMBATAN. MASUK BOPENG DAN ATI.
BOPENG
Belum tidur kalian?
PINCANG
Hm, lambat juga kau pulang kali ini.
KAKEK
Ada puntung?
BOPENG (Tertawa)
Sabar. Rokok sungguhanpun ada. Malah sebungkus utuh. Juga aku bawa nasi rames empat bungkus.
KAKEK
Na… nasi rames? Kau kan tak merampok hari ini?
BOPENG (Tertawa)
Syukur, belum sejauh itu aku perlu merendahkan diriku, Kek.

Hingga pada akhir adegan terlihat jelas bahwa alur cerita adalah alur lurus.

KEDENGARAN SESEKALI DERU LALU LINTAS DI ATAS JEMBATAN. BUNYI-BUNYI MALAM DARI JANGKRIK, KODOK, DLL, DI BAWAH JEMBATAN.
ATI (Setelah Lama Hening)
Mengapa Abang ini harus pulang pergi mengantarkan aku?
KAKEK (Curiga)
Apa maksudmu?
ATI
Eh, apa salahnya dia tinggal sambil istirahat sebentar di kampungku. Siapa tahu, di sana ada kerja yang cocok untuknya.
KAKEK (Setelah Menyenggol Pincang Keras-Keras Dengan Sikunya Di Samping)
Akur! Aku setuju banget, dia tinggal dulu sekedar istirahat di sana, asal saja orang tuamu setuju di sana, sudah tentu.
Kutipan ALUR
KOLONG SUATU JEMBATAN UKURAN SEDANG, DI SUATU KOTA BESAR. PEMANDANGAN BIASA DARI SUATU PEMUKIMAN KAUM GELANDANGAN. LEWAT SENJA. TIKAR-TIKAR ROBEK. PAPAN-PAPAN. PERABOT-PERABOT BEKAS RUSAK. KALENG-KALENG MENTEGA DAN SUSU KOSONG. LAMPU-LAMPU TOMPLOK.
DUA TUNGKU, BERAPI. DI ATASNYA KALENG MENTEGA, DENGAN ISI BERASAP. SI PINCANG MENUNGGUI JONGKOK TUNGKU YANG SATU, YANG SATU LAGI DITUNGGUI OLEH KAKEK. ANI DAN INA, DALAM KAIN TERLILIT TIDAK RAPIH, DAN KUTANG BERWARNA, ASYIK DANDAN DENGAN MASING-MASING DI TANGANNYA SEBUAH CERMIN RETAK. SEKALI-KALI KEDENGARAN SUARA GEMURUH DI ATAS JEMBATAN, TANDA KENDARAAN BERAT LEWAT. SUARA GEMURUH LAGI.
kutipan TEMA
INA
Abang selama ini telah banyak bercerita padaku tentang masa depan, tentang cita-cita dan bahagia. Tapi, aku sedikitpun tak ada melihat, bahwa Abang sungguh-sungguh ingin menebus kata-kata itu dengan perbuatan. Terus terang saja, Bang, aku memang selalu mengagumi ucapan-ucapan Abang. Sungguh dalam-dalam maknanya! Dan kata-kata, dengan mana Abang mengatakannya sungguh lain dari yang lain. Bermalam-malam aku, tergolek di samping Abang (Suara Batuk-Batuk Kakek), melanturkan angan-anganku menerawang entah kemana: Ah, sekiranya betullah semua yang diucapkan laki-laki pujaanku ini, aku pastilah jadi wanita yang paling bahagia di dunia ini.
Tapi, dengan hati yang pedih aku dari hari kehari melihat, dan mengalami, bahwa semua ucapan Abang itu bakal tetap tinggal cuma kata-kata saja. Aku melihat pada diri Abang semacam kejanggalan laku dan sikap untuk berbuat, untuk bertindak. Abang gamang berbuat sesuatu. Abang adalah manusia khayal dan kata-kata semata, dan asing sekali di bumi dari otot-otot, debu, deru dan keringat berkucuran. Semula masih ada harapanku diam-diam, bahwa Abang pada suatu hari akan mengungkapkan diri Abang sebagai seorang pengarang. Tapi, alangkah kecewanya aku melihat, betapa Abang telah menghambur-hamburkan kerangka karangan-karangan Abang itu dalam percakapan-percakapan kecil tentang kisah-kisah kecil yang menjemukan di kolong jembatan ini. Ya, kolong jembatan ini telah membunuh dan mengubur tokoh pengarang pada diri Abang itu. Dan aku, gelandangan biasa saja, yang diburu oleh sekian kekurangan dan kenangan buruk di masa yang lampau, aku tak mampu lagi mencernakan kata-kata Abang itu sebagaimana mestinya. Walhasil, bagiku Abang adalah seorang aneh, tak lebih dan tak kurang dari seorang parasit…
Dan bila aku tadi menerima lamaran bang becak itu, maka itu berarti, bahwa belum tentu aku mencintainya; itu berarti, bahwa pada hakekatnya aku masih tetap pengagum kata-katamu yang dalam-dalam maknanya itu. Tapi juga, Bang, bahwa aku lebih gandrung akan kepastian, kenyataan dan kejelasan. Bukannya aku tak sadar, apa dan bagaimana nasib seorang isteri dari seorang bang becak. Mungkin aku bukan isterinya satu-satunya. Mungkin aku akan berhari-hari tak melihat dia, tak menerima uang belanja. Mungkin tak lama lagi aku bakal jadi perawat dia yang sudah teruk dan tak kuat lagi menarik becaknya, batuk-batuk darah. Tapi, itu semuanya rela kuterima, Bang, demi – dapatnya aku memiliki sebuah kartu penduduk! (Menangis) Kartu penduduk, yang bagiku berarti: berakhirnya segala yang tak pasti. Berakhirnya rasa takut dan dikejar-kejar seolah setiap saat polisi datang untuk merazia kita, membawa kita dengan truk-truk terbuka keneraka-neraka terbuka yang di koran-koran disebut sebagai “taman-taman latihan kerja untuk kaum tuna karya”. Gambar kita di atas truk terbuka itu dimuat besar-besar di koran. Tapi, kemudian koran-koran bungkem saja mengenai penghinaan-penghinaan yang kita terima di sana. Kemudian kita dengan sendirinya berusaha dapat lari dari sana, untuk kemudian terdampar lagi di tempat-tempat seperti ini. Tidak, Bang! Mulai sekarang, aku mengharapkan tidurku bisa nyenyak, tak lagi sebentar-sebentar terkejut bangun, basah kuyup oleh keringat dingin.
Kemudian dialog dari si Pincang 
PINCANG
Ya, aku telah bertekad ingin memulai segala-galanya dengan benar-benar suci bersih. Aku besok mengantarnya kesana dengan tidak sedikitpun anggapan sebagai calon menantu seperti yang kalian gambarkan tadi. Apa alasanku untuk menganggap begitu saja, bahwa orang tuanya secara otomatis bakal menerima aku sebagai menantunya? Kemungkinan, bahkan hak penuh mereka untuk menolak aku, tetaplah ada dan ada baiknya sejak semula ikut diperhitungkan. Ya, aku ingin kesana, tapi dengan patokan bermula: aku benar-benar ingin kerja. Kembali kerja! Kembali merasakan keutuhan dan kedaulatan tubuhku di dalam teriknya matahari, dengan kesadaran bahwa butir-butir keringatku yang mengucur itu adalah taruhanku untuk sesuap nasi yang halal. Soal menantu, kawin, cinta… ah, hendaknya aku diperkenankan kiranya tidak dulu mempunyai urusan apa-apa dengan itu semuanya. Kerangka-kerangka yang disebut Ina tadi, ingin kukubur… setidaknya untuk sementara dulu. Aku ingin mengembalikan seluruh kedirianku kembali kekesegarannya semula, yang dulu… entah telah berapa puluh tahun yang lalu, telah hilang… oleh salahku sendiri. Aku harap, Ina, maupun orang tuanya, sudi memandang diriku dalam kerangka persoalan seperti ini, dan tidak menganggap aku di sana sebagai lebih dari itu. Aku datang sebagai pelamar kerja, pelamar keadaan dan kemungkinan hidup yang baik kembali. (Suaranya Turun, Nafasnya Satu-Satu) Sudah tentu, sudah tentu… kalian berhak menolak lamaranku…

Dan dialog dari Kakek
KAKEK
Ah, kau tak tahu apa arti kolong jembatan ini dalam hidupku. Sebagian dari hidupku, kuhabiskan di sini. Memang, dia milik siapa saja yang datang kemari karena rupa-rupanya memang tak dapat berbuat lain lagi. Ia milik manusia-manusia yang terpojok dalam hidupnya. Yang kenangannya berjungkiran, dan tak tahu akan berbuat apa dengan harapan-harapan dan cita-citanya. Yang meleset menangkap irama dari kurun yang sedang berlaku. (KEMBALI MENGUAP) Pada diriku, semuanya yang kusebut tadi itu terdapat saling tindih menindih, berlapis-lapis, dan sebagai selaput luarnya yang makin keras: usiaku yang semakin tua! Semakin tua kita, semakin lamban kita, semakin keluar kita dari rel… dan akhirnya: dari tuna karya, kita jadi tuna hidup. Selanjutnya, tinggallah lagi kita jadi beban bagi kuli-kuli kotapraja yang membawa mayat kita ke RSUP. Apabila kita mujur sedikit, maka pada saat terakhir mayat dan tulang-tulang kita masih dapat berjasa bagi ilmu urai kedokteran, menjadi pahlawan-pahlawan tak dikenal bagi kemanusiaan. (MENGUAP) Ah, selamat malam…

AMANAT
Bisa dilihat dari dialog berikut.
PINCANG
Ya, aku telah bertekad ingin memulai segala-galanya dengan benar-benar suci bersih. Aku besok mengantarnya kesana dengan tidak sedikitpun anggapan sebagai calon menantu seperti yang kalian gambarkan tadi. Apa alasanku untuk menganggap begitu saja, bahwa orang tuanya secara otomatis bakal menerima aku sebagai menantunya? Kemungkinan, bahkan hak penuh mereka untuk menolak aku, tetaplah ada dan ada baiknya sejak semula ikut diperhitungkan. Ya, aku ingin kesana, tapi dengan patokan bermula: aku benar-benar ingin kerja. Kembali kerja! Kembali merasakan keutuhan dan kedaulatan tubuhku di dalam teriknya matahari, dengan kesadaran bahwa butir-butir keringatku yang mengucur itu adalah taruhanku untuk sesuap nasi yang halal. Soal menantu, kawin, cinta… ah, hendaknya aku diperkenankan kiranya tidak dulu mempunyai urusan apa-apa dengan itu semuanya. Kerangka-kerangka yang disebut Ina tadi, ingin kukubur… setidaknya untuk sementara dulu. Aku ingin mengembalikan seluruh kedirianku kembali kekesegarannya semula, yang dulu… entah telah berapa puluh tahun yang lalu, telah hilang… oleh salahku sendiri. Aku harap, Ina, maupun orang tuanya, sudi memandang diriku dalam kerangka persoalan seperti ini, dan tidak menganggap aku di sana sebagai lebih dari itu. Aku datang sebagai pelamar kerja, pelamar keadaan dan kemungkinan hidup yang baik kembali. (Suaranya Turun, Nafasnya Satu-Satu) Sudah tentu, sudah tentu… kalian berhak menolak lamaranku…
Korespodensi/ keterkaitan antara “tema, amanat dan tokoh”
Disini sudah sangat jelas dijelaskan sebelumnya pada pembagian unsur intrinsik, bahwa tema yang diangkat yaitu Kehidupan dan adat istiadat penari ronggeng, diambilnya tema ini tentunya berdasarkan kejadian yang dialami oleh tokoh-tokoh yang ada pada novel, terutama tokoh utama yang harus menjalani kehidupannya dan melaksanakan syarat-syarat untuk menjadi seorang ronggeng yang sah berdasarkan budaya sebelumnya. Kemudian disini diambilnya amanat Jalani lah kehidupan dengan sebaik-baiknya, walaupun harus mengambil resiko yang tinggi. Juga merupakan kaitan dari tema dan yang dialami oleh tokoh utama, dimana disaat kita sudah mengambil keputusan, maka jalani lah keputusan yang sudah diambil itu dengan melakukan sebaik-baiknya tanpa mengenal seberapa besar resiko yang akan kita peroleh. Karena keputusan yang kita ambil pasti merupakan keputusan yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada.
Korespondensi          : Dapat kita pahami dan maknai sendiri, puisi ‘sorga’ ini tentunya saling memiliki keserasian antara judul, tema, isi dan amanat. Disini dapat kita buktikan dengan beberapa lirik yang menyangkut judul beserta dengan amanatnya.
Judul : sorga.
Lirik yang mendukung sebuah judul :
Aku minta pula supaya sampai di sorga
Yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu
Dan bertabur bidadari beribu
                                      Tema : Keindahan sorga
Amanat yang berkaitan dengan judul, tema beserta liriknya :
Sorga pasti kita peroleh, selama kita terus melakukan kebaikan dan selalu mengingat Sang Kuasa.

Pendekatan Struktural dalam Penelitian Sastra

Pendahuluan
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2).
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32) Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1. Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta aderetan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112).
Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya.
d. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh.
e. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini:
a. Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwanta dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian.
b. Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan.
c. Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (1990: 26)
Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara tepat.


2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.
Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut:
Tokoh menunjiuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93).
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165).
Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.


Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara , yaitu:
a. Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan yokoh.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita.
d. Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya.
e. Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan (pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti.
Karena tokoh berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ;
a. Dimensi fisiologis, adalag ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya.
b. Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
c. Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45).
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Lartar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.

4. Tema dan amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).

DAFTAR PUSTAKA
Andre hardjana. 1991. Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa raya
Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.: Gajah Mada University Press.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi sastra. Yogyakarta: UGM Press.
Griffith, Jr. Kelley. 1990 Writing Essays about Literature: A Guide and Style Sheet. New York: Harcout, Brave Javonovich.
Hasim amir. 1990. Pendidikan Sastra Lanjut. Malang: Penyelenggara Pendidikan Pascasarjana, Proyek peningkatan perguruan tinggi.
Jakop Sumardjo. dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Luxemburg, Jan Van, Meikel Basl, Willem G Westeijn. 1986. Pengantar Ilmu Sastra (terj. Dick Hartoko), Jakarta: Gramedia.
Mursal Esten. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
------------------- 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sapardi Joko Damono. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: PPPB Dep. Pdan K.
------------------- 1983. Kesusastraan Indonesia Modern : Beberapa Catatan. Jakarta: Gramedia.
Soediro satoto. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
------------ 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. (Terj. Melani Budianta) Jakarta: Gramedia.